Semalam aku tidak sempat mimpi, mungkin karena tidurku terlalu nyenyak karena capek seharian atau karena kekenyangan makan masakan tollo' pamarrasan. Aku terbangun dan seperti kebiasaan awal hari-hariku aku duduk dalam lilitan sarung tenunan Toraja dengan ditemani segelas kopi arabika dan kepulan asap class mild, mengingat-ingat mimpiku semalam sembari duduk di pendopo depan rumahku menanti matahari terbit, sebelum menyusun agenda harianku. Tapi rupanya semalam aku tidak sempat mimpi, maka aku mencoba bermimpi ala facebook dan dunia maya. Dan namanya saja mimpi, boleh jadi hanya bunga pikiran tetapi bukan mustahil merupakan signal yang tidak tersingkap. Inilah mimpiku di awal hari ini dari pertapaanku di daerah ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut (klo lagi surut kaliq, hahaha).
Terlalu banyak orang yang merasa prihatin dengan Toraja, tetapi terlalu sedikit yang sungguh-sungguh sungguh sayang Toraja. Itulah kesanku dengan fenomena yang muncul sekarang ini di negeri Topadatido Toraja. Mungkin saja anda setuju atau malah berteriak marah kepadaku, silahkan saja karena itu adalah hak anda.
Lihatlah saja, setiap kali pencalonan; baik calon anggota dewan ke Jakarta, Makassar, dan Toraja, bahkan pencalonan kosong satu dan kosong dua Tana Toraja dan Toraja Utara, semua pada berlomba menjadi bintang "agen perubah". Tetapi apa yang terjadi??? Toraja dari tahun ke tahun sepertinya stagnan alias berjalan di tempat saja, sementara daerah-daerah lain maju dengan pesat.
Kita kadang terjebak dengan pola pikir picik dengan hanya melihat "pembangunan" Toraja dari sisi infrastrukturnya saja. Kita lupa bahwa Toraja tidak hanya dilihat dari jalanannya saja, atau tidak dilihat dari pembangunan kotanya saja. Toraja tidak sekecil atau semungil luas areanya yang dari udara atau dalam peta tampak sangat kecil di bandingkan dengan kabupaten-kabupaten yang lain. Anda jangan salah, Toraja bisa menjadi sebuah negara sehebat Singapura atau Belanda kalau saja kita tidak hanya bermimpi menjadi "agen perubah" tetapi menjadi "pelaku agen perubah" yang dimimpikan banyak orang seperti sekarang. Sekali lagi Toraja tidak sesederhana yang dipikirkan oleh para calon pahlawan dari negeri Topadatindo Toraja. Karena pembangunan infrastruktur hanya salah satu dari sekian banyak fakor yang ada dari namanya "mimpi" membangun Toraja.
Aku kadang tertawa dalam hati untuk diriku sendiri ketika ada yang berdiri berbicara indah tentang Toraja. Ketika itu terbayang bahwa Toraja dalam lima tahun ke depan akan menjadi negeri yang indah lagi makmur. Terbayang di benakku seperti seorang anak sekolah yang sedang membayangkan masa depannya dengan cita-cita setinggi langit, "Kalau besar nanti aku ingin jadi presiden" tapi dalam kenyataannya Si Anak itu tidak pernah belajar. Aku nyaris belum pernah mendengar ada yang berbicara tentang ancaman Toraja di masa yang akan datang. Hampir semua berbicara tentang masa gemilang yang indah. Padahal fakta berbicara lain, hahahahahaha.
Toraja yang kita cintai (tetapi mungkin tidak kita sayangi) ini kalau mau jujur sedang berjalan menuju jurang kehancuran, yang kalau tidak hati-hati akan jatuh ke jurang kehancuran yang nyaris tak terselamatkan lagi. Coba perhatikan saja kota mana di Indonesia yang pengendara motornya yang tidak dikejar polisi kalau tidak pakai helm? Jababnya hanya kota kecil di Toraja. Coba terbangun lagi dengan fakta, kota mana di Indonesia yang paling banyak tempat nongkrong jenis karokean? Jawabnya hanya Toraja. Coba tebak sekali lagi, daerah mana di Indonesia yang angkutan umumnya pakek truk? Dan jawabnya adalah Toraja bagian timur, hahaha. Lagi, coba tebak, daerah mana di Indonesia yang paling tinggi sewa angkutan umumnya dengan jarak 18 Km saja dan harus membayar sewa angkutan Rp 50.000 (pp) itu pun pakek truk yang sebetulnya tidak dirancang sebagai angkutan manusia? Dan sekali lagi jawabnya adalah Toraja. Dan lain sebagainya, dan lain sebagainya. Hahaha, mari tertawa untuk mimpi yang indah, hahahaha.***
Kawasan Wajib Bahagia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar