Malas ke gereja” adalah ekspresi biasa kita jika lagi tidak bersemangat untuk ikut Misa Kudus. Padahal, dengan kata lain, itu artinya “Saya lagi malas menyembah Yesus sebagai Tuhan dan menerima-Nya sebagai Juruselamat.” Teganya kita ya!
Memang kenapa kita ikut Misa? Jawabannya to the point dan sangat sederhana, “Sebab kita ingin menyembah dan menyambut Yesus, sebagai Tuhan dan Juruselamat kita.” Bagi kita, umat Katolik, kehadiran Yesus di dalam Ekaristi bukan sekedar simbol, melainkan nyata dan sungguh. Di dalam Misa, Roh Kudus merubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Roti dan anggur itu menjadi Yesus. Oleh karena itu kita menyembah Sakramen Mahakudus.
Salah satu inspirasi saya dalam panggilan Imamat adalah kesaksian-kesaksian para imam yang setia kepada Ekaristi dalam keadaan yang paling sulit, bahkan sampai mati! Misalnya para imam yang ditahan pada zaman Nazi dulu, bagaimana mereka rela mengambil resiko besar untuk merayakan Misa secara tersembunyi agar mereka dan rekan-rekannya dapat menyambut Komuni Kudus! Saya pernah baca tentang seorang imam yang ditahan pada zaman Vietnam Komunis merayakan Misa dengan memegang sebutir roti dan setetes anggur di telapak tangannya! Belum lagi kesaksian para martir yang rela menderita sengsara sampai mati demi iman akan Sakramen Mahakudus.
Jika Ekaristi begitu berharga bagi saudara-saudara kita se-iman itu, bagaimana dengan kita sendiri? Kita selalu berusaha memperhatikan dengan baik semua hal di gereja kita yang ada hubungan dengan Liturgi yang benar, indah dan tertib. Jadi kita menjaga gereja sebagai rumah Tuhan itu bersih, rapi dan layak; musik dan nyanyian bagus; komunitas umat Allah yang ramah dan simpatik; homili yang menarik dan membumi, dan sebagainya. Tapi seandainya semua rupa dan keadaan luar itu tidak ada, bukankah Misa Kudus itu tetap saja pantas untuk kita ikuti supaya kita dapat menyembah dan menyambut Sakramen Mahakudus, yakni Yesus Sendiri?
Ujung-ujungnya Ekaristi adalah Penyembahan; intinya Ekaristi adalah Pujian. Jadi di dalam Misa Kudus, tujuan musik dan nyanyian adalah menyembah Tuhan; homili yang baik menuju ke penyembahan. Memang seorang imam pada saat berkotbah itu mengajar dan sekaligus meneguhkan iman umat, namun terutama dia ingin memuliakan Tuhan. Persekutuan kita sebenarnya adalah penyembahan. Kita ingin menciptakan suasana yang akrab dan ramah, tetapi tujuan utama persekutuan kita di dalam Perayaan Ekaristi ialah menyembah Pencipta dan Juruselamat kita, yang telah memberikan Dirinya dalam wujud Roti dan Anggur.
Bila suatu saat muncul lagi perasaan itu, “malas ke gereja,”berhentilah dan sadarilah apakah yang kamu sebenarnya akan kehilangan. Yakinkah kamu tidak mau menyembah dan menyambut Yesus, Tuhan dan Juruselamat kamu? (Romo Noel SDB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar