Translate

Rabu, 07 September 2011

Kaum Muda Protagonis Perubahan In Memoriam Paus Yohanes Paulus II

Terima kasih... terima kasih... kalian sudah datang. Aku telah mencari kalian. Terima kasih.”

Demikian kata-kata terakhir Paus Yohanes Paulus II sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir. Kata-kata ini, dalam tafsiran mereka yang mendengar, ditujukan kepada kaum muda yang datang berkumpul di Lapangan Santo Petrus, saat Paus mengalami sakratul maut.




Kaum muda

Paus Yohanes Paulus II memang dikenal dengan cinta dan perhatiannya yang amat besar kepada orang muda. Kerasulan kaum muda adalah salah satu legasi, warisan kepemimpinannya. Baginya, kaum muda adalah harapan, masa depan Gereja. Yohanes Paulus II meminta, bahkan menuntut, orang muda agar menjadi saksi-saksi pengharapan, nabi-nabi kehidupan, cinta dan sukacita, menjadi garam dan terang, pelaku-pelaku perubahan, bukan sekadar penerima. Ia menginginkan wajah Gereja yang dinamis, Gereja yang selalu muda.

Salah satu bentuk perhatiannya yang menonjol adalah dilembagakannya Hari Orang Muda se-Dunia (World Youth Days/WYD) pada 20 Desember 1985. Sejak saat itu, WYD selalu digelar setiap dua atau tiga tahun sekali dan terus berlangsung hingga kini. WYD 2011 akan dilaksanakan di Madrid, Spanyol. Dan, pada WYD 2011, Paus Yohanes Paulus II dijadikan sebagai pelindung.

Perhatian Paus Yohannes Paulus II pada hakikatnya merupakan amanat, gambaran, citra Gereja sebagaimana rupa Yesus sebagai “pahlawan” sejati, murni, dan rendah hati, nabi kebenaran dan cinta kasih, sahabat dan teman orang muda. Gereja senantiasa menyapa orang muda. Selain dalam bentuk peristiwa kolosal seperti WYD, berbagai pertemuan, pelatihan baik pada level regional, nasional, dan lokal di tingkat keuskupan seringkali digelar. Tak terhitung sapaan pastoral, surat-surat apostolik. Dalam forum-forum besar Gereja, seperti Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI), orang muda dilibatkan. Tentu masih banyak perhatian lebih konkret lainnya.

Namun demikian, perhatian Gereja ini bagi sebagian orang muda seolah bertepuk sebelah tangan. Masih saja ada kaum muda yang bertanya, mengeluh, menuntut, menghakimi seolah-olah Gereja tidak melakukan apa-apa. Ada pula di antara orang muda kita yang sibuk dengan ribut, rebut, dan minta fasilitas.

Kontras

Sikap-sikap semacam ini sebetulnya sangat kontras dengan jatidiri, identitas, dan karakter Sang Guru, kepala dan teladan gerakan kita, yakni Yesus sendiri. Bila setia dan tekun menyelami kehidupan Yesus, maka akan tampak sekali karakter-karakter, ciri, identitas yang menonjol: inisiatif, peka, kreatif, fokus dengan misi-Nya. Kehidupan Yesus menunjukkan diri sebagai pelaku, pemimpin, penggerak perubahan yang radikal

Gereja sebagai cerminan wajah Kristus menampilkan karakter serupa sebagai protagonist dalam sejarah kemanusiaan, dengan segala kelebihan dan kekurangan, dan tentu tak lepas dari segala kontroversinya. Gereja Katolik oleh sebagian orang dituduh konservatif, namun justru paling sering melakukan terobosan-terobosan.

Singkatnya, kehidupan Yesus dan Gereja mencerminkan kehidupan yang aktif, tidak pasif. Pelaku, pemimpin bukan epigon, membeo, selalu sadar akan panggilan dan misi kehidupan yang diterima dari Sang Pencipta. Bahkan, dalam situasi terjepit, kondisi yang menantang, sarana terbatas, Yesus dan Gereja-Nya senantiasa hadir dan tampil membawa kabar sukacita. Itulah hakikat, citra diri, dan identitas murid Kristus yang mestinya menjadi sumber inspirasi bagi kita semua.

Teladan inspirasi

Dalam kehidupan bernegara dan menggereja, teladan baik dan inspiratif ditunjukkan oleh tokoh, baik awam maupun gembala kita, dalam panggilan sebagai 100 persen Indonesia, 100 persen Katolik. Bapak Politik Katolik Indonesia I.J. Kasimo dan kawan-kawannya, aktif terlibat dalam perkumpulan Trikoro Dharmo, Budi Utomo, lalu mendirikan Partai Katolik pada usia muda belia. Pendiri-pendiri PMKRI, di tengah kesibukan kuliah dan berjuang di medan laga mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru diproklamasikan, masih sempat memikirkan sebuah wadah mahasiswa yang menampilkan kerohanian Katolik sebagai pedoman. Mereka terinspirasi oleh ajaran Gereja: melibatkan diri dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, bergerak dengan penuh semangat, mengambil inisiatif, meski situasi dan kondisi problematis menghadang.

Masih banyak contoh lain, baik yang dikenal maupun yang tidak. Misalnya, Frans Seda, Harry Tjan Silalahi, Cosmas Batubara, Yusuf Wanandi, Sofyan Wanandi, Chris Siner Key Timu, Ben Mboi, yang pada masa muda mereka sangat aktif, bahkan hingga di usia menjelang senja.

Karakter Kristus

Karakter-karakter seperti ini mestinya menjadi spirit, nilai, yang harus dihidupi oleh orang muda Katolik. Kalau selama ini orang muda masih bertanya, mengeluh, menuntut, menghakimi Gereja, sekarang dan ke depan harus bertanya: “Apa yang dapat saya lakukan sebagai bagian dari Gereja? Apa yang dapat saya lakukan untuk Gereja?” Bukan bertanya: “Apa yang telah Gereja berikan untuk saya?” Apalagi, sampai menghabiskan energi untuk ribut-rebut dan minta fasilitas.

Tantangan Gereja masa kini sangat besar. Boleh dikatakan Gereja sedang menderita. Paus Yohanes Paulus II dalam Tertio Millenio Adveniente (1994) menyebut ada gejala keterlepasan manusia dari yang Ilahi atau religious indifference, sehingga seakan-akan manusia hidup tanpa Allah. Gejala yang dilihat Paus tampak dalam lemahnya rasa kepekaan terhadap daya transenden dalam hidup manusia, ketidakpastian dan ketidakjelasan paham dan kesadaran etis, juga lemahnya rasa penghargaan terhadap nilai kehidupan dan keluarga.

Paus Yohanes Paulus II juga berulangkali menyatakan kecemasannya akan wajah dunia yang semakin meninggalkan Tuhan. Dikatakannya, masyarakat tanpa Tuhan menjadi nyata saat hidup hanya ditentukan oleh pertimbangan politik dan ekonomi, dengan mengabaikan aspek spiritual dan kekayaan kerohanian. Ringkasnya, kehidupan dunia sepertinya berbalik, melawan apa yang senantiasa diwartakan, diajarkan, dan dilakukan Gereja.

Gereja masa kini dihadapkan pada arus tantangan zaman yang berat, seperti berkembangnya paham nihilisme, relativisme, kebebasan tanpa batas, terkuburnya moralitas dalam kehidupan politik, pengabaian terhadap harkat-martabat kemanusiaan, pelanggaran HAM, kemiskinan, ketidakadilan, KKN, masih berkembangnya intoleransi dalam kehidupan beragama, dan aneka tantangan kebangsaan dan kemanusiaan lainnya.

Menjadi saksi

Di tengah situasi yang menantang ini, sesuai dengan panggilan dan misi yang diemban, Gereja tidak mungkin berpangku tangan. Gereja bersama saudara saudari lain pasti mengambil bagian, berprakarsa memperbarui tata dunia agar berkembang semakin adil dan manusiawi. Tantangan-tantangan ini mestinya menjadi bahan permenungan, analisis orang muda, sehingga dapat merumuskan peran mereka ikut mentransformasi tata dunia, baik secara perorangan sesuai kapasitas, talenta, karisma masing-masing maupun secara kelompok.

Saat ini, ada kebutuhan mendesak bagi orang muda untuk menemukan kembali, memandang, mengenal Kristus. Saat Forum Pemuda Internasional di Roma, tahun 2004, Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa kita tidak diselamatkan oleh ideologi atau formula. Kita diselamatkan oleh Yesus.

Penulis: Elias Sumardi Dabur
http://www.hidupkatolik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar