Translate

Kamis, 20 Juni 2013

“MENURUT KAMU SIAPAKAH AKU INI?”

Renungan Hari Minggu Biasa ke XII
Inspirasi Bacaan:
Za. 12:10-11, 13:1; 
Gal. 3:26-29; Luk. 9:18-24

Waktu membaca bacaan ini, khususnya bacaan Injil, saya teringat akan satu pengalaman yang menyentuh saya secara pribadi. Pengalaman itu adalah sebagai berikut. Ketika saya ditahbiskan menjadi seorang imam, saya membuat misa pertama di paroki di mana saya dulu waktu kecil menghabiskan banyak waktu bersama teman-teman sebagai putera altar. Misa pertama itu menjadi kesempatan bagi saya untuk bereuni dengan umat paroki yang sudah saya tinggalkan 20 tahun yang lalu. Ketika misa yang dihadiri begitu banyak umat itu selesai saya pimpin, para umat itu menyalami saya satu persatu. Begitu beragam cara mereka mengungkapkan kegembiraan atas tahbisan baru yang telah saya terima, namun saya sangat tersentuh ketika ada salah seorang teman mantan sesama putera altar di waktu kecil memeluk saya sangat erat dan dia menangis. Pada awalnya saya tidak mengerti mengapa dia menangis; ketika saya masih memeluknya dia berbisik di telinga saya, “Romo, yang setia ya…maafkan saya sebab saya tidak lagi seorang Katolik.” Saya sangat terkejut, karena saya mengenal teman saya ini di waktu kecil adalah seorang anak yang sangat rajin bertugas sebagai putera altar, sangat dekat dengan kehidupan Gereja. Bagaimana mungkin dia meninggalkan imannya? Tiba-tiba saya merasa sangat sedih; merasa sangat “kehilangan” dia.

Dalam bacaan ini, para murid ditanya oleh Yesus mengenai “Siapakah Dia?”. Menarik, bahwa Yesus bertanya dua kali kepada para muridnya. Pertanyaan pertama “Kata orang banyak: siapakah Aku ini?” (Luk. 9:18) ada beragam jawaban para murid, ada yang menyebut Yesus sebagai “Yohanes Pembaptis” atau “Elia” atau “salah seorang nabi” (Luk. 9:19). Setelah mendengar jawaban para murid itu, Yesus bertanya lagi untuk kedua kalinya dengan pertanyaan yang sama namun dengan rumusan yang berbeda, “Menurut kamu, siapakah Aku ini?” (luk. 9:20). Anda bisa melihat perbedaannya? Yang pertama “menurut kata orang” sedangkan yang kedua “menurut kamu”. “Menurut kata orang” berarti menurut pendapat atau kaca mata orang lain; ada “jarak” antara Yesus dengan para murid yang ditanya; sedangkan pertanyaan “menurut kamu” menunjukkan “kedekatan” antara Yesus dengan para murid; menunjukkan bahwa pertanyaan kedua ini adalah pertanyaan yang sangat bersifat pribadi, bersifat personal. Terhadap pertanyaan ini, Petrus menjawab, “Mesias, dari Allah!” (Luk. 9: 20). “Menurut kamu” menjadi pertanyaan yang juga bisa ditujukan pada kita masing-masing secara pribadi. “Mesias dari Allah” adalah jawaban Petrus. Tapi apa jawaban saya, jawaban anda secara pribadi? Jawaban jujur kita bisa jadi berbeda dengan jawaban Petrus. Jika anda bingung dan tidak bisa menjawab lebih baik anda mengambil waktu mundur selangkah untuk merenungkannya. Siapa Yesus menurut aku? Jawaban anda akan sangat tergantung pada seberapa dekat dan seberapa dalam anda mengenal Yesus. Jawaban anda juga akan menjadi tanda seberapa besar iman dan motivasi yang menggerakkan anda untuk mengikuti-Nya. Sangat banyak buku ditulis tentang Yesus, mengenai siapakah Yesus; namun, jawaban itu bukan di situ. Jawaban sejati adalah apa yang ada di dalam hati kita; sejauh mana kita “mengalami” Yesus dalam hidup kita. Pertanyaan Yesus ini bukanlah pertanyaan dengan jawaban rumusan-rumusan menurut “kata orang” tetapi menurut pengenalan pribadiku pada-Nya.

Yesus bukan tanpa maksud ketika Dia bertanya kepada para murid, “Menurut kamu, Siapakah Aku ini?” Dia membutuhkan jawaban tegas dari para murid akan pengenalan mereka terhadap-Nya karena Dia tahu bahwa para murid akan memasuki saat-saat di mana mereka akan goncang karena kematian yang akan Dia alami dan juga barisan penganiayaan serta penderitaan yang akan mereka hadapi (Luk. 9:22-23). Yesus mencari “motivasi’ apa yang mendorong para murid yang mengikuti-Nya. Yesus mencari “apakah ada iman” di hati para murid-Nya pada-Nya; sebab ada tidaknya iman itu, kuat tidaknya iman itu, akan sangat menentukan daya juang para murid untuk menghadapi tantangan yang berat di masa depan.

Saya tidak menghakimi atau menilai teman saya yang meninggalkan imannya sebagai pribadi yang buruk, karena iman selalu merupakan pilihan bebas, tidak pernah bisa dipaksakan. Dengan contoh pengalaman kongkrit saya di atas, saya hanya ingin mengajak anda untuk menyadari diri dan bertanya, “Mengapa aku memilih menjadi pengikut Kristus, sebagai orang Katolik?” Apa yang mendorongku untuk memilih Yesus sebagai penyelamatku? Sehingga “kutahu yang kumau” bukan “kutahu yang suamiku mau, yang istriku mau, yang orang tuaku mau”. Jawaban dari pertanyaan itu haruslah sebuah jawaban yang sangat intim dan pribadi yang muncul dari kedalaman hati kita. Aku tahu mengapa aku mengikuti Yesus dan itulah sebabnya akan kuberikan yang terbaik bagi-Nya. Jawaban itu adalah bekal utama untuk menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan untuk meninggalkan-Nya.
Jakarta/26/3/2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar