Translate

Kamis, 20 Juni 2013

“LAYANI MEREKA, JANGAN LAYANI SAYA”

“Layani mereka, jangan layani saya!” Dari banyak kalimat yang muncul di film “Soegija”, hanya kalimat tersebut yang menusuk hati saya.

 Kalimat ini muncul dalam adegan ketika masyarakat berbondong-bondong mengungsi di Gereja Mgr. Soegija. 

Di tengah banyaknya orang dan suasana kacau, para relawan yang kebingungan mendatangi Mgr. untuk menerima perintah apa yang harus dilakukan. 

Setelah memberikan arah dan hal-hal yang harus segera lakukan, Mgr. langsung menggerakan para relawan agar sigap melayani para pengungsi dan bukan melayani beliau. Bagi saya kata-kata ini cukup berkesan. 

Mgr. Soegija adalah uskup pribumi pertama Indonesia dan memang sudah sepantasnya harus dihormati dan dijunjung tinggi. Dalam situasi negara yang sedang carut marut karena perang, beliau sebetulnya bisa dan mampu untuk menyelamatkan dirinya sendiri dengan menggunakan segala privilese yang ia dapat karena jabatan uskupnya. 

Namun, beliau justru bersikap sebaliknya. Beliau meninggalkan kenyamanannya, turun dan menyapa masyarakat, rela menyerahkan gerejanya demi menampung para pengungsi. 
Di samping itu seamua, ia adalah seorang pemimpin yang tahu peran dan tugasnya sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi. Ia hadir ketika umat membutuhkan seorang pemberi arah. 

Beliau mengambil keputusan ketika para tetua masyarakat kebingungan. Beliau sigap dengan mengadakan diplomasi politik dengan pihak luar negeri, khususnya Vatikan. Kata-kata yang dilayangkan Soegija “Layani mereka, jangan layani saya!” dapat menjadi kritik bagi siapapun yang menjadi pemimpin di negeri ini. 

Adalah hal kodrati jika manusia berusaha mencari aman untuk dirinya sendiri. Tetapi jika kebablasan sikap seperti itu akan mematikan suara hati dan membangun tembok bagi diri sendiri. Lewat kata-kata ini, Soegija mau menekankan bahwa pemimpin adalah pelayan. 

Dalam Injil Matius 23:11, Yesus pun bersabda, “Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu”. ‘Besar’ di sini bisa dalam bentuk apapun. Saya juga meyakini bahwa jika kita diberi banyak, maka kita dituntut banyak pula. Soegija adalah sosok yang dengan sempurna melaksanakan perintah Yesus itu. 

Dan ini hendaknya berlaku pula bagi para pemimpin negeri, para ulama, para imam, rektor, dekan, bidel umum, ketua seksi dan para pemimpin dalam lingkup apapun. 

Pemimpin tidak cukup hanya bersikap diktator, hanya menunggu laporan kerja dari orang-orang bawahannya. Tetapi bagaimana kehadirannya dapat memberi harapan ketika situasi terasa tanpa harapan, mengambil keputusan dalam situasi kebingungan. Film ini menggambarkan bahwa Soegija mampu melakukan itu semua dengan sangat baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar