“Barangsiapa setia dalam
perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan
barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam
perkara-perkara besar.” (Lukas 16:10)
Sudah menjadi keharusan bahwa di dalam setiap kelompok masyarakat
diperlukan seorang pemimpin. Hal ini tidak hanya berlaku dalam kelompok atau
organisasi besar, tetapi juga dalam kelompok-kelompok kecil. Pemimpin dan
kepemimpinan sekarang sudah menjadi kebutuhan penting dalam masyarakat modern.
Ada banyak orang, baik dengan cara langsung ataupun dengan gaya malu-malu
kucing ingin menjadi pemimpin. Tentu ada banyak alasan yang dapat dikemukakan
untuk tujuan tersebut. Tetapi, salah satu di antaranya adalah adanya pemikiran
bahwa menjadi pemimpin berarti akan menjadi tuan dari yang dipimpin dan ini
jelas sebuah konsep yang berlawanan dengan yang diajarkan oleh Tuhan Yesus,
yang menyatakan bahwa pemimpin harus menjadi pelayan dari semuanya (Matius
22:11).
Telah diakui secara umum bahwa dewasa ini, kita sedang mengalami
krisis di bidang kepemimpinan. Hal ini juga terjadi dalam gereja atau lembaga
Kristen. Krisis ini semakin diperburuk oleh pemimpin-pemimpin gereja atau
lembaga Kristen, yang meniru dan mempraktikkan gaya kepemimpinan sekuler.
Sebagai akibatnya, tentu saja pengaruh dunia semakin dalam masuk ke gereja.
Apakah salahnya mempraktikkan kepemimpinan sekuler dalam pelayanan gereja?
Permasalahan yang utama adalah kita tidak dapat memimpin suatu gereja dengan
sukses, karena dalam prinsip-prinsip kepemimpinan sekuler, tidak mengenal kuasa
Roh Kudus. Tetapi ada satu perkembangan yang menarik untuk diperhatikan, yaitu
dunia bisnis yang sering diasumsikan sebagai dunia sekuler dan kotor, justru
tanpa disadari lebih banyak mengadopsi prinsip-prinsip kepemimpinan alkitabiah,
sementara gereja meninggalkannya. Dengan satu kalimat singkat dapat dikatakan
bahwa dalam kepemimpinannya, bisnis semakin alkitabiah dan gereja semakin
sekuler.
Hal yang sangat mengkhawatirkan sekarang adalah kecenderungan
lembaga gereja yang bergantung pada prinsip-prinsip kepemimpinan manusia,
sehingga tidak tertutup kemungkinan suatu saat di dalam gereja, kita akan
berusaha melakukan pekerjaan Tuhan dengan cara manusia.
Pemimpin Kristen adalah pemimpin yang melayani. Ini artinya bahwa
seorang pemimpin Kristen bukan menerapkan kekuasaannya berdasarkan ego, tetapi
berdasarkan tanggung jawab. Seorang pemimpin yang berdasarkan ego akan
memuaskan egonya dalam setiap tujuan, sedangkan pemimpin yang dimotivasi oleh tanggung
jawab, akan membuat dia mengurbankan egonya bagi suatu tujuan. Perlu diwaspadai
bahwa seorang pemimpin yang dikendalikan ego, akan mengurangi integritasnya.
Kepemimpinan membutuhkan kemauan keras, bukan kemauan yang egois atau keras
kepala, melainkan kemauan yang tetap untuk melakukan apa yang perlu dilakukan.
Esensi kepemimpinan Kristen tidak terletak pada jabatan, gelar, atau pangkat,
tetapi pada “kain dan basi” sebagaimana teladan Yesus saat Ia membasuh kaki
murid-murid-Nya.
Model kepemimpinan melayani adalah model yang absah dan alkitabiah,
baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Mereka yang diangkat menjadi
pemimpin di tengah-tengah umat Allah, selalu diangkat untuk melayani, entah
sebagai imam, raja, atau nabi. Ketika Salomo diangkat menjadi raja, hal yang
paling menyenangkan hati Tuhan adalah ketika dia memohon hati yang paham untuk
membedakan antara yang baik dan jahat (1 Raja-Raja 3:9). Di sini jelas,
permintaan ini bukan untuk kepentingan pribadinya, tetapi untuk pelayanan kepada
masyarakat yang dipimpinnya.
Demikian juga Harun saat ia ditahbiskan menjadi imam, di pundak kiri
dan kanannya memikul masing-masing 6 nama dari 12 suku Israel yang ditulis pada
batu permata, dan pada tutup dadanya ada 12 permata yang juga melambangkan suku-suku
Israel. Hal ini dilakukan sebagai lambang tanggung jawab Harun untuk senantiasa
berdoa bagi suku-suku yang dipimpinnya (Keluaran 28:12,29). Demikian juga
dengan para nabi, mereka dipanggil untuk memimpin dan melayani umat.
Tuhan Yesus juga mengacu pada model yang sama. Ia mengajar
murid-murid-Nya cara memimpin yang harus mereka miliki, “Kamu tahu, bahwa
pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan
pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah
demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu
hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin terkemuka di antara kamu,
hendaklah ia menjadi hambamu.” (Matius 20:25-27) “Jika seseorang ingin menjadi
yang terdahulu, ia hendaknya menjadi yang terakhir dan pelayan dari semuanya.”
(Markus 9:30-37)
Dalam konteks Markus 9, yang dipermasalahkan oleh murid-murid adalah
soal siapa yang terhebat di antara mereka. Ironisnya, hal itu terjadi setelah
Yesus memberitahukan untuk kedua kalinya bahwa Ia akan menuju salib. Setelah
peristiwa itu, Yesus mengajar mereka bahwa yang ingin menjadi pemimpin harus
menjadi hamba, dan Yesus merangkul seorang anak kecil sebagai model. Dalam
Lukas 22:26, Yesus kembali menekankan bahwa yang memimpin hendaklah menjadi
pelayan. Selama pelayanan-Nya di dunia, Yesus dengan keras menegur para ahli
Taurat dan orang Farisi, yang pada saat menjabat sebagai pemimpin jemaat “suka
duduk di tempat terhormat” (Matius 23:6-7).
Akhirnya, hal yang paling sulit untuk dilakukan dalam kepemimpinan
yang melayani adalah, banyak orang beranggapan bahwa jika seorang pemimpin
mengambil bagian dalam melakukan tugas sederhana dianggap dapat menurunkan
kewibawaannya sebagai pemimpin. Jangan menganggap bahwa merendahkan diri itu hal
yang mudah bagi seorang pemimpin. Masyarakat kita saat ini sudah memiliki
konsep bahwa yang memimpin adalah bos, sehingga kalau seorang pemimpin
mengerjakan tugas sederhana, ini tentu akan dianggap sebagai hal yang aneh.
Dunia mustahil dapat menerima pandangan seperti ini, sebab yang dipandang wajar
oleh dunia adalah seorang pemimpin harus menunjukkan kekuasaannya atas orang
yang dipimpinnya. Tetapi kepemimpinan seperti ini menurut Yesus tidak dapat
diterapkan dalam gereja, dan hal yang harus selalu diingat bahwa gereja
dipanggil untuk melakukan kehendak Allah. Perlu diingat bahwa dalam konsep
“pemimpin pelayan” yang menjadi tekanan bukanlah aspek “pemimpin” namun aspek
“pelayan”. Pemimpin pelayan bukan pemimpin yang melayani, tetapi pelayan yang
memimpin.
Diambil dan diedit seperlunya
dari:
Nama situs: Gereja Pemberita Injil
Alamat URL: http://www.gepembri.org/cgi-bin/show.cgi?file=art/071211.id Judul artikel: Pemimpin
Adalah Pelayan Penulis: G.I. Kristison
KUTIPAN
Nilai seorang pemimpin yang langgeng akan diukur oleh suksesi. (John
C. Maxwell)
JELAJAH BUKU: KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF
Judul buku: Kepemimpinan yang
Efektif
Judul asli buku: On-Purpose
Leadership
Penulis: Dale Galloway dan Warren
Bird
Penerjemah: Meiliana Purnama
Penerbit: Harvest Publication
House, Jakarta 2003
Ukuran: 15 cm x 23 cm
Tebal: 190 halaman
Pemimpin yang memiliki kompetensi adalah pemimpin yang bisa
memotivasi dan meregenerasi pemimpin-pemimpin baru. Karena jika seorang
pemimpin tidak melakukan hal ini, maka terjadi sebuah kegagalan dalam struktur
kepemimpinannya. Mengapa hal ini sangat penting? Karena bagi sebuah organisasi
atau struktur lembaga apa pun, regenerasi kepemimpinan harus dilakukan dengan
tujuan agar dapat mempertahankan eksistensi dari lembaga tersebut. Jika tidak,
maka harus siap menghadapi stagnasi yang berujung kepada kehancuran.
Terlalu banyak pemimpin yang terperangkap di tempatnya bagaikan
kotak dengan langit-langit terbuat dari kaca. Atau di suatu tempat yang
dikelilingi oleh dinding bata, atau dalam sebuah lingkungan yang kacau dan
membingungkan. Apa pun situasinya, dalam buku yang berjudul “Kepemimpinan yang
Efektif” ini, dipaparkan mengenai pandangan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk
mengalami suatu terobosan ke tingkat-tingkat baru dalam pelayanan Anda.
Produktivitas pelayanan Anda akan meningkat secara bertahap sementara Anda
mendorong dan memberi semangat kepada para pemimpin biasa yang Anda pimpin,
yang pada gilirannya akan memperlengkapi orang lain untuk menjalankan
pelayanan.
Buku ini ditulis oleh Dale Galloway serta Warren Bird, yang
merupakan rekan pengarang dan editor yang membantu Dale Galloway dalam meneliti
perkembangan gereja-gereja. Mereka adalah orang-orang yang mengembangkan para
pemimpin pelayanan di gereja lokal dengan dasar teladan pelayanan Kristus
sendiri. Hampir 20 judul buku telah ditulis Galloway sepanjang pelayanannya
sebagai pendeta dan pengajar. Dalam buku ini ada empat bagian besar yaitu,
Bebaskan Diri Dari Status Quo, Bebaskan Diri Dari Kehidupan Sebagai Petualang
dan Menyendiri, Bebaskan Diri Dari Sikap-sikap yang Menyerang dan yang terakhir
Bebaskan diri dari Orang-orang yang Bermasalah. Dale Galloway berusaha
menjelaskan dengan bahasa yang lugas dan sederhana, sehingga sangat memudahkan
pembaca mengerti maksud dan tujuan penulis dalam setiap pokok bahasan. Selamat
menyimak dan temukan keyakinan untuk menemukan satu masa depan pelayanan yang
luar biasa.
Diulas oleh: Yonathan Sigit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar